Goodbye, Grandfather

6:47 AM Unknown 0 Comments

Goodbye, Grandfather
 
 
Tahun kemarin, di tengah puncak musim hujan, kakekku meninggal, ia berusia 76 tahun. Aku tahu, itu akan terjadi cepat atau lambat. Aku tahu bahwa aku harus merelakannya, karena tak ada yang abadi di dunia ini, semua akan pergi. Camkan itu, semua akan pergi. Namun ketika aku mendengarnya, mendengar berita memilukan tersebut, rasanya seperti seseorang telah meninju perutku, sakit sekali. Teman-teman dan keluargaku semuanya telah berusaha melakukan yang terbaik, mengirim karangan bunga, mengirim doa dan harapan. Tetapi saat itu, aku benar-benar tidak tahu bagaimana cara menanggapinya, apa daya aku belum terlalu dewasa, masih belum mengerti arti kehilangan. Saat itu, yang bisa aku lakukan adalah sembunyi, sembunyi dari dunia, rasanya aku ingin menghilang saja. Tetapi hidup harus terus berlanjut, apapun kondisinya.
Beliau telah berjuang begitu keras untuk tetap hidup. Awal tahun 2015, ia jatuh dari kamar mandi dan kepalanya terbentur, yang menyebabkan pendarahan otak dan operasi. Para dokter sudah memvonis bahwa hidupnya tak akan lama lagi.
Aku berusaha tegar dan kuat, menahan derai air mata. Beliau selamat, dengan satu pengorbanan yaitu kehilangan sebagian fungsi otaknya. Butuh waktu, berbulan-bulan, tapi toh ia sembuh juga dan ingat kami. Kami pun menikmati beberapa bulan merajut kenangan indah.
Percakapan terakhir yang kumiliki dengannya adalah dua minggu sebelum beliau pergi. Disitu, di tengah rintik hujan, aku bercerita dengannya, tentang pengalaman hidup dan dampak yang beliau berikan. Aku senang sekali ketika bundaku membiarkan aku dan adikku menginap di rumahnya. Terakhir, aku katakan padanya bahwa aku sungguh berterima kasih atas kasih sayang dan perhatian yang beliau berikan kepadaku dan adikku, dua cucu yang selalu merepotkan. Beliau tertawa dengan renyah dan berkata, "Terima kasih."
Jujur saja, bagian tersulit dari semua ini adalah menerima kenyataan, kenyataan bahwa ia sudah meninggal. Aku tahu dia akan meninggal. Aku tahu bahwa setiap orang akan meninggal, itulah hidup, itulah faktanya. Tapi aku masih marah akan kepergian beliau.
Aku marah, aku merasa belum membuka diri, menghapus batas dan penghalang di antara kami. Memang, kami memiliki ikatan yang hebat, tetapi sebagian besar adalah non-verbal. Ada banyak hal di dunia ini yang memang tidak perlu dijelaskan dengan kata-kata, tidak perlu dengan suara keras, karena hati yang berbicara. Aku seharusnya mengabaikan kekonyolan itu dan berbicara, benar-benar berbicara. Ah, sudahlah, sudah terlambat sekarang.
Meskipun ada banyak hal yang kusesali, aku bersyukur, untuk semua hal yang kami miliki bersama. Aku bersyukur karena beliau telah membentuk dan menunjukkan, siapa diriku yang sebenarnya. Beliau mungkin tidak lagi eksis di bumi ini, tapi semangatnya, cinta dan pengorbanannya tetap hidup dan berakar, tetap abadi, tak lekang oleh waktu. Selamat tinggal, aki…


Grandpa, I Miss You

I know it hurt you;
It hurt me too,
But now that you're gone
All I know is I miss you.

You were there for so long,
I never thought you would leave.
I though you had another year
Waiting up your sleeve
 
The day that you left
Was the saddest of my life.
I remember sitting at home
And crying all day and night
 
I might be selfish
But I wish you were here,
Or if you stayed
For one more year
 
I know you loved me,
And I still love you too.
So I'm trying to be strong
Just for you
 
I know I'm not perfect.
I know I'll never be.
I just hope you're up there
And that you're proud of me.

You had to let go
Even though you were holding on for so long
But there's not a day I don't think of you
And how you were so strong

I just want to tell you
That you're always in my heart
Even though I still cry
I know we're not apart
Thinking of you, Grandpa...

0 comments: